Beberapa teman pengusaha beras kita, ada yang berjiwa revolusioner. Mereka ingin "MENCIPTAKAN" market beras premium. Dibutuhkan riset dan biaya yang tidak sedikit. Resiko gagalnya lebih besar dari keberhasilanya. Mereka kalau dalam bahasa ilmu bisnis, menciptakan siklus sempurna. Melakukan "rekayasa" market. Membuat rantai perdagangan point to point to end point, mulai dari produsen-Agen-Disitributor1-Distributor2-Konsumen. Biaya menciptakan "market" semacam ini sangat besar. Dan lagi lagi potensi failure-nya besar. Nah, ada yang berhasil menciptakan mekanisme pasar semacam ini.
Kita beli gabah dari petani secara acak. Kita campur pada saat pemrosesan dari Gabah kering Panen, Gabah Kering Sawah, Gabah Kering Giling dan lain lain dari banyak tempat. Ada yang dari Demak, Purwodadi, Seragen, Semarang, Pati, Tuban, Lamongan dan lain lain. Kita waktu jual beli sama petani, tidak ada akad apakah ini gabah subsidi apa tidak. Mereka yang punya gabah saja tidak tahu apa definisi dari Gabah Subsidi itu. Intinya mereka menjual Gabah mereka kepada siapa yang berani bayar lebih tinggi sesuai dengan mekanisme pasar. Jenisnya macem macem, ada IR64, ada inpari, ada ciherang, dan banyak lagi. Setahu saya mereka mendapat bibit kebanyakan dari pembenihan yang petani buat sendiri. Umumnya, jika ada petani yang hasil panenya paling bagus, maka para petani lainya akan MEMBELI gabah tersebut untuk dijadikan benih.
Nah, setelah gabah yang kita beli dari sejarahnya yang campur aduk tadi, jika sudah siap mulai kadar air, kondisi fisik, bahkan suhu gabah, serta jumlah sudah memadahi, barulah kita giling. Proses penggilinganya panjang. Ada yang cara sederhana. Ada yang caranya agak rumit. Untuk proses yang sederhana, umumnya melalui 6 tahapan. Hasil dari enam tahapan proses sederhana tadi menghasilkan beras yang juga "Sederhana" atau biasa kita kenal dengan beras curah. Kemasanya bisa 50kg, 25kg, atau bebas. Harganya sekitar Rp. 7900,- di gudang. Dengan pembelian dalam jumlah tertentu atau harga Grosir bukan ecer.
Pada proses pembuatan beras yang lebih rumit, ada yang melalui 8 tahapan atau fase. Menghasilkan beras yang tidak lagi sederhana. Beras yang dihasilkan lebih bagus, lebih putih, lebih tahan lama karena kadar airnya lebih sedikit. Rasanya cenderung lebih enak karena kulit ari dari gabah tadi dibersihkan dengan sempurna. Biaya produksinya juga lebih mahal. Karena biaya produksinya lebih mahal dan hasil yang dihasilkan lebih baik dan lebih bagus, maka beras ini dijual lebih mahal. Biasa disebut beras premium. Harganya sekitar Rp.9500-Rp.11.000,-.
Nah, kendalanya untuk proses produksi beras Premium diatas adalah pasar marketnya lebih tipis. Masyarakat kita mayoritas masih memilih untuk menggunakan beras curah ketimbang beras premium. Maka untuk memasarkan beras premium bukanlah hal yang mudah. Mayoritas para pengusaha beras konvensional lebih memilih memproduksi beras curah, dengan alasan yang sederhana, lebih mudah menjualnya.
Beberapa teman pengusaha beras kita, ada yang berjiwa revolusioner. Mereka ingin "MENCIPTAKAN" market beras premium. Dibutuhkan riset dan biaya yang tidak sedikit. Resiko gagalnya lebih besar dari keberhasilanya. Mereka kalau dalam bahasa ilmu bisnis, menciptakan siklus sempurna. Melakukan "rekayasa" market. Membuat rantai perdagangan point to point to end point, mulai dari produsen-Agen-Disitributor1-Distributor2-Konsumen. Biaya menciptakan "market" semacam ini sangat besar. Dan lagi lagi potensi failure-nya besar. Nah, ada yang berhasil menciptakan mekanisme pasar semacam ini. Mereka menjual beras premium diatas dengan harga Rp.12.500,- per kilo gram.
Nah, setelah berhasil, lalu ada pihak yang beropini sangat bertolak belakang. Mereka mengatakan bahwa beras itu ilegal karena tiga faktor utama. Yang pertama yaitu diproduksi dengan menggunakan gabah yang bersubsidi. Yang kedua menipu orang dengan mengatakan bahwa itu beras premium, padahal itu adalah beras ir64 biasa, sedang premium harusnya dari varian premium lain seperti umbuk wangi, pandan wangi, cianjur, raja lele, organik dsb. Yang ketiga menjual beras dengan harga diatas Harga Eceran tertinggi yang telah ditentukan.
Padahal, definisi beras bersubsidi atau gabah bersubsidi dan alur legal ilegalnya gabah tersebut bagaimana, kita gak pernah tahu dan gak pernah diajarkan selama beratus ratus tahun.
Definisi baku dari beras premium itu bagaimana kita juga gak pernah tahu, siapa yang mustahiq membuat definisi dari beras premium itu siapa kita gak pernah tahu. Anda punya definisi, kita juga punya definisi sendiri, pasar punya definisi mereka sendiri tentang apa itu beras premium.
Paling mumetnya, yaitu menjual beras diatas Harga Eceran tertinggi itu dilarang dan ada sangsinya. kita gak pernah tahu dan belum pernah melihat padagang yang menjual beras mahal itu akan mendapatkan sangsi. Dan jika peraturan itu ditetapkan dengan berlandasakan equlity before the law kesamaan kedudukanya diatas hukum dengan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat maka semua pedagang beras diseluruh tanah air akan mendapatkan sangsi, semuanya tanpa terkecuali.
Jadi putuskan sekarang anda membela siapa. Pengusaha indonesia atau yang satunya.
Sumber/Penulis : Muhammad Wahyudi (Pedagang Beras Demak)
KOMENTAR