Melalui wadah organisasi Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Demak diharapkan para Cendekiawan dari kalangan Nahdliyyin bisa berperan dan berkontribusi nyata dalam pembangunan di Demak. Yaitu berupa sumbangan gagasan dan ide bagi pengambil dan pelaksana kebijakan baik legislatif maupun eksekutif. Hal itu ditekankan oleh Muhammad Ali Maskun ketua ISNU Demak saat memberi sambutan dalam acara Talk Show dan Raker ISNU yang berlangsung kemarin (4/2) di Gedung NU Demak.
Melalui wadah organisasi Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Demak, para Cendekiawan dari kalangan Nahdliyyin diharapkan bisa berperan dan berkontribusi nyata dalam pembangunan di Demak. Yaitu menyumbangkan gagasan dan ide bagi pengambil dan pelaksana kebijakan, baik legislatif maupun eksekutif. Hal itu ditekankan oleh Muhammad Ali Maskun ketua ISNU Demak saat memberi sambutan dalam acara Talk Show dan Raker ISNU kemarin (4/2) di Gedung NU Demak.
Dalam konteks sejarah Demak, peran strategis cendekiawan sebagai konseptor pembangunan tersebut telah dilakukan oleh Walisongo. Hal itu dijelaskan oleh Nadhlif Alawi panelis talk show dari kalangan Birokrat di Demak. Berkat sentuhan ilmu kearifan Walisongo, Kadipaten Demak yang miskin hanya berupa rawa dan penyumbang upeti terendah bagi Majapahit, disulap menjadi kerajaan yang menguasai sebagian besar Jawa.
Peran Walisongo sebagai cendekiawan (Ulil Albab dalam istilah Arab), menjadi kiblat kebijakan pemerintahan saat itu. Ini disimbolkan dengan posisi Masjid Agung yang berada di Depan Keraton. Studi sejarah arsitektur mengungkapkan situs kerajaan Demak berada di kawasan Setinggil yang saat ini berdiri bangunan Kantor Pos dan MANU, sehingga posisi keraton menghadap bangunan masjid.
Dalam perkembangannya peran cendikiawan tersebut sedikit demi sedikit dipinggirkan oleh pemerintah kerajaan Demak, puncaknya saat pusat pemerintahan kerajaan dipindah ke pajang. Hasilnya kerajaan Demak jadi hancur.
Dalam konteks kekinian menurut Nadhif sejarah berulang, pada masa pemerintahan bupati Demak Tafta Zani, ulama Cendekiawan kyai dirangkul. Apa yang menjadi masukan dari kyai dilaksanakan, hasilnya Demak berkembang pesat. Akan tetapi pemerintahan setelahnya mulai mengabaikan masukan dari kyai, dan akibatnya pembangunan dirasa menurun. Nadhif berharap kesalahan sejarah mengabaikan peran cendekiawan tidak terulang.
Senada dengan Nadhif, Syamsul Huda panelis dari tim Ahli menyebutkan pentingnya peran cendekiawan dalam suatu pemerintahan. Sejarah mencatat Orde Baru telah mengumpulkan para cendekiawan dengan wadah CSIS. Mereka berperan sebagai lembaga think tank yang merumuskan arah kebijakan Orde Baru.
Posisi cendikiawan NU waktu itu disisihkan oleh Orde Baru, dan tidak diberi peran. Namun Gus Dur sebagai pemimpin tertinggi NU tidak berhenti mengkader Nahdliyyin menjadi cendekiawan. Hasilnya seperti yang diprediksi Cak Nur, NU sekarang panen cendekiawan.
[post_ads]
Oleh karena itu membuat Data Base para sarjana cendikiawan NU menjadi program prioritas ISNU Demak guna memaksimalkan peran para sarjana NU.
KH. Muhammad Aminudin ketua PC NU Demak meminta data base nantinya tidak hanya yang berdomisili di Demak yang dicatat, tapi juga yang berada di luar Demak. Sebab mereka yang telah sukses dan tinggal di luar Demak sangat banyak.
Lebih lanjut mengenai program dan peran ISNU Demak, KH. Muhammad Aminudin meminta ISNU mewarnai program-program di lembaga-lembaga dan Banom Banom NU lainnya, sebab banyak anggota ISNU yang nota bene sarjana juga menjadi pengurus di lembaga dan Banom tersebut.
[post_ads]
Dalam konteks sejarah Demak, peran strategis cendekiawan sebagai konseptor pembangunan tersebut telah dilakukan oleh Walisongo. Hal itu dijelaskan oleh Nadhlif Alawi panelis talk show dari kalangan Birokrat di Demak. Berkat sentuhan ilmu kearifan Walisongo, Kadipaten Demak yang miskin hanya berupa rawa dan penyumbang upeti terendah bagi Majapahit, disulap menjadi kerajaan yang menguasai sebagian besar Jawa.
Peran Walisongo sebagai cendekiawan (Ulil Albab dalam istilah Arab), menjadi kiblat kebijakan pemerintahan saat itu. Ini disimbolkan dengan posisi Masjid Agung yang berada di Depan Keraton. Studi sejarah arsitektur mengungkapkan situs kerajaan Demak berada di kawasan Setinggil yang saat ini berdiri bangunan Kantor Pos dan MANU, sehingga posisi keraton menghadap bangunan masjid.
Dalam perkembangannya peran cendikiawan tersebut sedikit demi sedikit dipinggirkan oleh pemerintah kerajaan Demak, puncaknya saat pusat pemerintahan kerajaan dipindah ke pajang. Hasilnya kerajaan Demak jadi hancur.
Dalam konteks kekinian menurut Nadhif sejarah berulang, pada masa pemerintahan bupati Demak Tafta Zani, ulama Cendekiawan kyai dirangkul. Apa yang menjadi masukan dari kyai dilaksanakan, hasilnya Demak berkembang pesat. Akan tetapi pemerintahan setelahnya mulai mengabaikan masukan dari kyai, dan akibatnya pembangunan dirasa menurun. Nadhif berharap kesalahan sejarah mengabaikan peran cendekiawan tidak terulang.
Senada dengan Nadhif, Syamsul Huda panelis dari tim Ahli menyebutkan pentingnya peran cendekiawan dalam suatu pemerintahan. Sejarah mencatat Orde Baru telah mengumpulkan para cendekiawan dengan wadah CSIS. Mereka berperan sebagai lembaga think tank yang merumuskan arah kebijakan Orde Baru.
Posisi cendikiawan NU waktu itu disisihkan oleh Orde Baru, dan tidak diberi peran. Namun Gus Dur sebagai pemimpin tertinggi NU tidak berhenti mengkader Nahdliyyin menjadi cendekiawan. Hasilnya seperti yang diprediksi Cak Nur, NU sekarang panen cendekiawan.
Foto bersama pengurus ISNU Demak di kantor NU Demak |
Optinalkan Potensi Cendekiawan NU
Berbeda dengan situasi dulu yang sulit cari cendikiawan NU karena jumlahnya sedikit, kini Jumlah cendikiawan dari kalangan Nahdliyyin sangat melimpah. Akan tetapi jumlah yang banyak saat ini belum bisa dioptimalkan perannya karena tidak ada Data Basenya.Oleh karena itu membuat Data Base para sarjana cendikiawan NU menjadi program prioritas ISNU Demak guna memaksimalkan peran para sarjana NU.
KH. Muhammad Aminudin ketua PC NU Demak meminta data base nantinya tidak hanya yang berdomisili di Demak yang dicatat, tapi juga yang berada di luar Demak. Sebab mereka yang telah sukses dan tinggal di luar Demak sangat banyak.
Lebih lanjut mengenai program dan peran ISNU Demak, KH. Muhammad Aminudin meminta ISNU mewarnai program-program di lembaga-lembaga dan Banom Banom NU lainnya, sebab banyak anggota ISNU yang nota bene sarjana juga menjadi pengurus di lembaga dan Banom tersebut.
[post_ads]
KOMENTAR